Oleh: Fatahillah Hoed
Berlakunya UU 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, merefleksikan hasrat Pemerintah menggulirkan sektor kelistrikan menjadi lebih kompetitif. Harga listrik di suatu wilayah diserahkan pada mekanisme pasar (penentuan wilayah kompetisi ini oleh Badan Pengawas pasar Tenaga Listrik). Hal ini berarti harga listrik disesuaikan dengan penawaran dan permintaan yang ada di suatu wilayah. Jika permintaan pasokan listrik meningkat sedangkan penawaran tidak sebanding, berakibat pada terjadinya peningkatan harga pembelian listrik dan harga akan turun ketika terjadi sebaliknya atau permintaan akhirnya menurun. Perubahan tingkat harga ini menyulitkan bagi sektor usaha yang membutuhkan banyak pasokan tenaga listrik dalam menghitung production cost.
Kondisi tersebut menimbulkan ketidakpastian bagi para pengusaha dalam memprediksi profit yang akan diraih. Para pengusaha perlu memastikan bahwa mereka dapat memperoleh fix price untuk pasokan listrik selama waktu tertentu di masa datang. Kebutuhan inilah yang dipenuhi melalui Hedging atau produk derivatif lainnya sebagai lindung nilai atas fluktuasi harga listrik. Tapi dapatkah hal ini terjadi di Indonesia? Terlebih dahulu harus ditinjau peta pasar tenaga listrik di Indonesia menurut UU Ketenagalistrikan.
Berdasarkan pasal 20 ayat 1 dan pasal 21 ayat 1 UU 20 Tahun 2002 terdapat dua segmentasi pasar tenaga Listrik dilihat dari tingkat tegangan yang dipakai, yaitu pasar tenaga listrik tegangan rendah serta pasar tenaga listrik tegangan tinggi dan menengah. Pasar tenaga listrik tegangan rendah melayani konsumen rumah tangga, diusahakan oleh badan yang memperoleh izin usaha penjualan tenaga listrik diwilayah tertentu.
Tapi konsumen tegangan rendah dapat memperoleh alternatif pasokan dari Agen Penjualan Tenaga Listrik yang mendapat izin dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik untuk memberi pelayanan bersaing dengan Usaha Penjualan Tenaga Listrik.
Sedangkan Agen Penjualan tenaga Listrik melayani komsumen tegangan menengah dan tegangan tinggi. Agen Penjualan Tenaga Listrik dan Usaha Penjualan Tenaga Listrik memperoleh pasokan dari pembangkit dan perusahaan yang memiliki kelebihan produksi listrik untuk kebutuhan sendiri. Perusahaan ini sebelumnya harus sudah memliki izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk dapat memasuki pasar tenaga listrik. Disamping itu terdapat Pelaku usaha tidak langsung yang menunjang terjadinya transaksi tenaga listrik yaitu bagian pembangkit, transmisi, distribusi dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik, yang menerima pembayaran dari Pengelola Pasar Tenaga Listrik. Selain melakukan pembayaran tersebut, Pengelola Pasar Tenaga Listrik juga menangani proses pembayaran dari agen penjualan dan usaha penjualan tenaga listrik serta proses pembayaran lainnya.
Jadi transaksi di pasar tenaga listrik terjadi antara Agen Penjualan dan Usaha Penjualan tenaga listrik sebagai broker dengan konsumen tenaga listrik yang dipertemukan oleh Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagai market maker. Pengelola pasar tenaga listrik dapat diibaratkan sebagai bursa tenaga listrik. UU Ketenagalistrikan tidak memungkinkan terjadinya transaksi listrik secara over the counter (OTC) yaitu di luar pengelola pasar tenaga listrik. Ini karena semua transaksi pasar tenaga listrik diselesaikan oleh Pengelola Pasar Tenaga Listrik.
Oleh karena itu Hedging tenaga listrik, hanya dapat terjadi melalui pengelola pasar tenaga listrik yang dalam cakupan lebih luas tidak hanya berperan sebagai market maker, juga Electricity Exchange yang menjadi semacam European Electricity Exchange bagi negara dengan ribuan pulau dan banyak pegunungan seperti Indonesia.
Manfaat dari hedging tenaga listrik ini adalah terciptanya kepastian pasokan pada tingkat harga tertentu yang akan memudahkan dunia industri dalam menghitung ongkos produksi. Penyedia jasa lindung nilai ini baik berupa hedging maupun produk derivatif lain seperti future adalah agen penjual tenaga listrik.
Hal ini karena berdasarkan UU Ketenagalistrikan tidak dimungkinkan adanya pihak ketiga lain yang menjamin ketersediaan pasokan tenaga listrik selain agen penjualan dan usaha penjualan tenaga listrik.
Jadi Pengelola Pasar Tenaga Listrik yang berdasarkan UU Ketenagalistrikan mempertemukan penawaran dan permintaan serta fungsi2 lain mencakup penyelesaian transaksi, dapat saja berbentuk sebagai bursa yang menjadi ajang bagi para agen penjualan dan usaha penjualan tenaga listrik serta konsumen listrik baik untuk mencari maupun menawarkan pasokan serta menyediakan jasa hedging bagi pasokan listrik dalam beberapa waktu kedepan.
Tetapi Pihak swasta maupun BUMN yang menjadi agen penjualan sekaligus penyedia jasa produk derivatif Ketenagalistrikan harus tidak hanya memahami seluk beluk ketenagalistrikan, melainkan juga hal-hal berkaitan dengan produk derivatif. Oleh karena itu perlu disiapkan sumber daya manusia yang menguasai ketenagalistrikan dan seluk beluk produk derivatif.
Pengelola Pasar tenaga listrik perlu diisi oleh tenaga-tenaga yang telah mempelajari tentang industri tenaga listrik, akan lebih baik kalau berpengalaman di EEX Leipzig maupun bursa lain di Amerika Serikat, Eropa maupun Jepang. Sehingga dapat tercipta pasar derivatif tenaga listrik yang likuid di Indonesia, dengan tujuan utama untuk lindung nilai, bukan spekulasi.