Semua orang dalam hidup ini selalu mengharapkan hal-hal yang baik terjadi pada dirinya. Tetapi hidup tidak selalu berisi keindahan, setiap orang juga terkadang harus siap menelan kekecewaan dan kemarahan karena mengalami hal yang buruk. Realitas ini paling tidak memberikan kesadaran, bahwa setiap orang juga harus siap untuk menghadapi hal buruk dalam hidupnya. Hal-hal buruk tersebut menjadi hambatan yang dilalui manusia sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Hambatan tersebut banyak juga yang disikapi sebagai tantangan dan tidak jarang menciptakan peluang seperti hambatan manusia dalam beraktifitas dimalam hari, teratasi dengan ditemukannya lampu yang membantu pengelihatan manusia untuk beraktifitas. di waktu malam.
Pembahasan tulisan ini lebih mengarah pada prosedur yang dipersiapkan guna menghadapi terjadinya hal-hal buruk di masa depan berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian bisnis. Prosedur tersebut mengikuti pilihan hukum dan pilihan forum yang dipilih para pihak dalam perjanjian. Ketiadaan pilihan hukum dan forum dapat mengakibatkan masing-masing pihak menempuh prosedur yang berbeda karena tidak diatur dalam perjanjian. Selain itu dapat juga terjadi suatu pihak menolak mengakui putusan lembaga tertentu yang mengalahkannya dan mengajukan perkaranya ke forum lain.
Pada suatu kontrak umumnya dicantumkan bahwa hukum yang berlaku misalnya adalah hukum Indonesia. Ini berarti hukum Indonesia ditentukan oleh pembuat kontrak sebagai pilihan hukum (choice of law). Selain itu terdapat juga bahwa kalau timbul sengketa dikemudian hari, akan diselesaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini menandakan bahwa para pembuat kontrak telah menentukan pilihan forum (choice of forum/ choice of jurisdiction) dalam perjanjiannya yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pilihan hukum dalam suatu kontrak merupakan kesepakatan para pihak mengenai hukum yang dipakai dalam suatu perjanjian. Pasca penentuan pilihan hukum, pelaksanaan perjanjian mengacu pada hukum yang dipilih oleh para pihak tersebut. Jika terjadi sengketa pun, penyebabnya akan dilihat berdasarkan perspektif hukum yang dipilih untuk mengatur perjanjian para pihak. Sedangkan lembaga yang menjadi pilihan untuk menyelesaikan sengketa apakah pengadilan atau arbitrase, ditentukan oleh pilihan forum pihak-pihak penandatangan perjanjian.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pilihan hukum dan forum serta alternatif penyelesaian sengketa. Menurut Baubly Gediminas, seorang pengacara maritim, pilihan forum berkaitan dengan memilih pengadilan, dapat ditentukan melalui:
a. Penentuan pengadilan tertentu untuk penyelesaian sengketa(prorogational agreement)
b. penentuan bahwa para pihak tidak akan menyelesaikan sengketa di pengadilan negara tertentu(derogational agreement).
Tetapi para pihak tidak sepenuhnya bebas dalam menentukan pilihan forum tersebut. Ketidakbebasan para pihak dalam menentukan pilihan antara lain berhubungan dengan pelaksanaan putusan atas terjadinya suatu sengketa dari forum yang dipilih. Walau pun putusan suatu forum menguntungkan, dapat saja tidak bisa dilaksanakan karena alasan tertentu seperti melanggar ketertiban umum(public order) yaitu antara lain melanggar suatu kebijakan di negara tempat pelaksanaan putusan. Hal ini dapat terjadi karena hukum yang dipilih berbeda dengan negara tempat putusan akan dilaksanakan. Jadi terlihat jelas eratnya keterkaitan antara pilihan hukum dan pilihan forum.
Oleh karena itu efektifitas pelaksanaan putusan dari suatu pencantuman pilihan hukum dan forum tertentu sebaiknya menjadi pertimbangan utama sewaktu kontrak dirumuskan. Pilihan hukum non pengadilan seperti arbitrase dan mediasi hanya akan efektif terhadap pihak yang beritikad baik. Lebih baik memilih pilihan forum pengadilan sebagai langkah preventif dalam melakukan kontrak di Indonesia. Pemilihan ini karena pilihan hukum non-pengadilan tidak akan efektif ketika salah satu pihak tidak kooperatif, yang pada akhirnya bermuara ke pengadilan Indonesia. Patut juga diperhatikan bahwa hakim Indonesia tidak memiliki pemahaman mendalam tentang hukum asing dan kendala mendatangkan ahli hukum asing oleh pengadilan Indonesia. Jadi dalam melakukan perjanjian dengan pihak Indonesia atau yang aset utamanya di Indonesia sebaiknya mencantumkan pilihan hukum hukum Indonesia dan pilihan forum pengadilan Indonesia.
Apa yang terjadi ketika pilihan hukum atau pilihan forum atau keduanya tidak tercantum dalam suatu kontrak? Jawabannya adalah bencana terutama ketika salah satu pihak sengaja cidera janji. Cara menanggulanginya dapat dilakukan interpretasi atas kontrak terkait. Tidak dicantumkan menurut Prof Sudargo Gautama pakar Hukum Perdata Internasional, dapat berarti dilakukan secara diam-diam atau dianggap atau pilihan yang direkonstruksikan hakim berdasarkan asumsi. Tetapi penafsiran tersebut hanya dapat dilakukan melalui persidangan oleh hakim atau jalur non pengadilan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Hal lain yang mungkin terjadi adalah pilihan hukum dan forum dalam kontrak tidak memadai dengan yurisdiksi yang menjadi tempat pelaksanaan. Ini dapat terjadi pada kontrak-kontrak penggunaan jasa internet. Salah satunya terjadi pada kasus majalah “Playmen” dari Italia yang dilarang terbit di Amerika Serikat oleh Pengadilan New York pada kasus Playboy Enterprises Inc. v. Chuckleberry Publishing Inc. karena melanggar merek “Playboy”. Lalu penerbit tersebut mempublikasikan melalui internet di Itali yang dapat diakses di Amerika Serikat. Pengadilan Federal Amerika Serikat menganggap tindakan penerbit itu melanggar perintah pengadilan.
Tentu saja putusan pengadilan tersebut tidak akan berlaku efektif sepanjang penerbit playmen tidak beroperasi dalam bentuk organisasi usaha tertentu di Amerika Serikat sehingga tidak tergolong sebagai subjek hukum di negara tersebut. Tetapi hal seperti ini tidak berlaku ketika menyangkut internet. Perusahaan yang menampilkan produknya di internet dapat dianggap sebagai subjek hukum yang dapat digugat meski tidak beroperasi secara nyata di suatu daerah seperti di negara bagian New York dalam kasus National Football League v. Miller dan negara bagian Connecticut dalam Inset System, Inc. v. Instruction Set Inc. Sedangkan hal-hal semacam ini belum sampai di hadapan hakim-hakim Indonesia yang seandainya terjadi dapat menjadi sangat dilematis.
Ketentuan yang berlaku di negara-negara bagian Amerika Serikat tersebut dalam konteks ASEAN dan lebih luas dapat juga berlaku di Indonesia ketika terjadi kasus yang melibatkan pihak-pihak tidak berasal dari satu negara. Hal ini paling tidak dapat disikapi sejak awal mengingat makin pentingnya penggunaan internet dalam persaingan bisnis masa depan, bahwa konsep yurisdiksi mengalami perluasan. Yurisdiksi tidak hanya sebatas daerah hukum dalam dunia nyata, tercakup juga di dalamnya dunia maya. Sehingga seseorang, baik manusia maupun badan hukum, tidak harus secara nyata berada di suatu tempat dalam melakukan kegiatan usaha untuk dapat digugat karena merugikan pihak tertentu di negara lain.
Dalam beberapa dekade mendatang, perusahaan berbadan hukum malaysia tanpa memiliki hubungan afiliasi pada suatu perusahaan di Indonesia dapat saja digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena promosinya di internet merugikan perorangan atau badan hukum tertentu di Indonesia. Jadi perluasan jangkauan pemasaran disebabkan internet dapat membawa dampak ikutan berupa makin banyaknya yurisdiksi tempat timbulnya suatu gugatan.
Hal ini membuat kegiatan pemasaran barang dan jasa harus lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan dan memformulasikan materi dan tampilan promosinya melalui internet. Sebaiknya dihindari hal-hal yang mengundang kontroversial. Tetapi tidak berarti harus membunuh proses kreasi dan imanjinasi serta inovasi perusahaan dalam melakukan aktifitas komersil via internet.
Tetapi langkah pencegahan pun tidak mudah dilakukan karena internet dapat diakses oleh banyak negara di dunia. Jadi penanganan atas timbulnya gugatan oleh perusahaan yang menawarkan jasanya diinternet lebih bersifat reaktif. Sangat sulit bagi perusahaan hanya memberikan batasan bahwa kegiatannya diperuntukkan bagi wilayah tertentu dan tidak dengan sengaja melanggar ketentuan hukum di negara mana pun. Meskipun dapat saja dibuat disclaimer seperti itu tapi efektifitasnya tergantung dari reaksi atau pandangan pengadilan di yurisdiksi terkait apakah dapat diterima atau tidak karena diajukannya suatu gugatan.
Jika internet menyebabkan makin banyaknya yurisdiksi menjadi tempat diajukannya suatu gugatan, bagaimanakah dengan pilihan hukum, apakah masih perlu dicantumkan dalam suatu perjanjian? Tentu saja masih diperlukan sebagai langkah meminimalisir timbulnya sengketa di kemudian hari. Dampak pemasaran melalui internet lebih mengarah pada makin banyaknya pihak yang merasa dirugikan sehingga mengajukan gugatan, yang tidak dapat dibatasi dengan adanya pilihan hukum. Pihak tersebut tidak sebatas pembeli, tapi juga pemerintah negara tertentu yang peraturannya dilanggar atau lembaga swadaya masyarakat oleh kegiatan komersil suatu perusahaan tertentu di internet. Sedangkan bagi pembeli melalui internet potensi sengketa dikemudian hari dapat ditangani secara lebih baik dengan memasukkan pilihan hukum tidak memihak pada kontrak online yang disodorkan ke konsumen tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pencantuman pilihan hukum dan pilihan forum memiliki dilema tersendiri. Tidak dicantumkannya kedua hal tersebut dapat berakibat pada sulit dicapainya kesepakatan ketika timbul suatu sengketa dalam pelaksanaan perjanjian. Tetapi pencantuman keduanya bukan berarti memperkecil peluang diajukannya gugatan ketika melibatkan internet dalam pelaksanaannya. Jadi berhati-hatilah dalam menentukan pilihan hukum dan forum dalam suatu perjanjian dengan mempetimbangkan kompleksitas bidang usaha dan resiko dari produk barang atau jasa serta cara menawarkannya.